Memulai Pembaharuan Partai Politik

Aceh – Pembaharuan partai politik di Indonesia adalah cita-cita yang ideal namun sangat sulit diwujudkan dalam demokrasi di Indonesia hari ini. Banyak yang mengatakan bahwa proses pemilu akan jauh lebih baik ketika partai politik menjadi lebih baik. Suksesi kepemimpinan dan proses kaderisasi partai cenderung tidak berjalan dengan baik. Partai politik hari ini banyak yang bergantung kepada figur-figur tertentu.

Sehingga kader-kader yang muncul atau yang menduduki posisi pimpinan partai merupakan orang-orang yang relatif tidak berubah.Bahkan orang-orang yang dalam tanda kutip memiliki kedekatan dengan ketua partai. Ketua partai dapat menentukan calon-calon yang hendak dimajukan dalam pemilu di daerah-daerah.

Faktanya demokrasi lokal cenderung ditentukan oleh pengurus pusat, bukan dengan kemampuan partai untuk menghimpun suara. Misalnya partai nasional itu ada figur-figur tertentu yang menentukan siapa yang akan maju di pemilu. Walaupun ada kader yang sudah berahun-tahun bekerja demi partai, kalau dia belum mampu menyentuh perasaan hati ketua partai nasional, jangan harap bisa menjadi calon di daerah.

Penguatan terhadap partai politik penting untuk dilakukan, tidak hanya berkaitan dengan proses demokrasi secara umum, namun juga untuk meminimalisir kerentanan konflik di internal partai politik seperti saat sekarang ini. Akibatnya, partai tidak terlalu produktif dalam menampung aspirasi publik, tapi selalu disibukkan dengan konflik internal partai. Sehingga terdapat beberapa partai yang kehilangan kesempatan untuk mengikuti proses demokrasi dalam pemilu.

Tidak hanya itu, yang juga perlu kita perhatikan adalah keuangan yang tidak terbuka dalam partai karena partai cenderung disandera oleh pemilik modal. Padahal partai harus dibebaskan dari sandera para pemilik modal. Ada lima hal menurut kita yang perlu diperhatikan, pertama proses pemilihan pimpinan partai yang demokratis. Kedua adalah penentuan calon presiden, legislatif dan kepala daerah melalui demokrasi internal partai.

Ketiga bangunan hubungan kepengurusan partai pusat dan daerah yang lebih baik. Keempat yang perlu dibenahi, yaitu konflik internal partai yang kami catat telah terjadi sejak era awal kemerdekaan Indonesia. Terakhir yang menurut kita perlu dibangun dalam demokrasi internal adalah pembenahan finnsial partai. Kalau finansialnya benar pasti hasilnya akan baik. Tapi kalau demokrasi internal baik, pasti finansial akan terbuka.

Itulah penghantar yang disampaikan oleh Feri Amsari pada acara Focus Group Discussion dengan tema, Pembaharuan Partai Politik di Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas bekerja sama dengan SAKA Aceh. Kegiatan yang dilaksanakan di Nanggroe Aceh Darussalam, 27 April 2016 ini menghadirkan dua narasumber yaitu, Djayadi Hanan dari Syaiful Mujani Research Center dan Mawardi Ismail yang merupakan guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala.

Menurut Djayadi Hanan, reformasi parpol perlu dilakukan melalui undang-undang, AD-ART dan sebagainya kemudian harus mensinkronkannya dengan undang-undang lain serta upaya penegakan hukum. Selama sistemnya masih demokrasi presidensil, kita tidak bisa melarikan diri dari parpol. Tapi jika parpol tidak berbenah, maka parpol hanya kan menjadi ornamen yang cenderung ditinggalkan.

Beliau menambahkan bahwa ada tiga kriteria partai dapat dikatakan sukses. Pertama adanya demokrasi internal, transparansi, dan outreach atau upaya membangun hubungan dengan masyarakat. Demokrasi Internal termasuk upaya menginstitusionalisasikan semua aspek dalam memilih ketua dan jabatan fungsional partai. Kemudian platform partai terus diperbaiki dan diperjelas.

Sementara itu, Mawardi Ismail menyampaikan bahwa pembaharuan partai politik melalui pembenahan AD-ART partai memang bukan jaminan. Akan tetapi hal itu harus dikedepankan dalam melakukan pembaharuan partai politik. Sebab proses yang demikian akan terlihat lebih demokratis. Walupun sebenarnya kalau mau reformasi yang cepat itu melalui legislasi, karna ada pemaksaan yang bisa dilakukan.

Beberapa peserta mengungkapkan bahwa buruknya demokrasi internal partai akibat buruknya proses ideologisasi di partai tersebut. Jadi wajar jika sulit mencari perbedaan perilaku antara partai baik secara ideologi, visi dan misi, platform, maupun perbedaan perilaku antara partai nasional dan partai lokal di Aceh.

Partai lokal yang sebenarnya lahir dari sejarah historis dan akar ideologis yang jelas. Tapi kemudian ternyata dia hampir sama dengan partai nasional dalam menggunakan money politik dalam pemilu. Begitulah yang diungkapkan oleh Rizky Dhalena Darwin, dosen Ilmu Politik dari UIN Ar-Raniry.

Terakhir, baik Djayadi Hanan maupun Mawardi Ismail mengingatkan bahwa sejauh mana aturan (undang-undang) bisa mencampuri internal partai. Regulasi hanya bisa menyentuh partai politik selagi itu bisa dibenarkan sebagai apa namanya sejauh tidak menjadi intervensi negara atas civil liberty.

-M.NURUL FAJRI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top