Keputusan DPR untuk melakukan pemberhentian dan penggantian Hakim Konstitusi Aswanto melalui rapat paripurna Ke-7 Masa Sidang I Tahun 2022-2023 merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dan dapat mengeroposi independensi Hakim Konstitusi. Sebab, DPR seakan-akan menempatkan Hakim Konstitusi yang diajukannnya sebagai subordinasi kekuasaan legislatif di tubuh Mahkamah Konstitusi. Hal ini merupakan penafsiran yang sangat-sangat keliru dalam memahami Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Kesan yang ditimbulkan adalah setiap Hakim Konstitusi yang diajukan oleh DPR telah “menandatangani” kontrak politik untuk menyetujui setiap kebijakan dan produk hukum yang dihasilkan oleh DPR. Padahal, tindakan yang demikian akan bertentangan dengan prinsip kemerdekaan yang dimiliki sebuah lembaga peradilan dan independensi hakim. Terlebih lagi, jika melihat kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi, dimana DPR adalah pihak terkait dalam Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 (PUU), maka akan tercipta conflict of interest dalam setiap proses PUU di MK.
Berdasarkan penjelasan di atas, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas menyatakan sikap sebagai berikut:
1) Meminta DPR untuk menaati konstitusi, Putusan MK, dan UU MK terkait pemberhentian dan seleksi hakim konstitusi.
2) Mengajak seluruh pihak dan lapisan masyarakat untuk menolak tindakan DPR yang melakukan upaya pengeroposan kemerdekaan kelembagaan Mahkamah Konstitusi dengan menciptakan kebijakan yang melanggar hukum.
3) Meminta Presiden Republik Indonesia untuk menolak permintaan DPR dan tidak menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang akan mengganti komposisi Hakim Konstitusi yang sedang menjabat saat ini.
Hormat Kami,
Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum, Universitas Andalas
CP : Haykal (085359096586)
Twitter : @PUSaKO_UNAND
Youtube : PUSaKO FHUA
Website : pusako.unand.ac.id
Selengkapnya download disini :
https://pusako.unand.ac.id/download/rilis-media-upay…hakim-konstitusi